Percakapan Imajiner Dengan David McClelland


Manajemen tentunya menginginkan dan berusaha memiliki karyawan yang berprestasi tinggi. Persoalannya kenyataan-kenyataan menunjukan bahwa seringkali usaha yang mereka lakukan selalu gagal. Berapapun besarnya upah yang diberikan, semenarik apapun paket insentif yang dijanjikan, karyawannya tetap saja tidak menunjukkan prestasi yang diharapkan. Apa sebenarnya yang dapat membuat karyawan berprestasi ?

 David McClelland dari departemen hubungan sosial Harvard University telah meneliti persoalan diatas selama 20 tahun lebih. Sebagaimana kesimpulan penelitiannya ia berpendapat bahwa kegagalan sistem insentif yang diciptakan oleh kebanyakan manajemen, bersumber dari kekeliruan persepsi tentang manusia dan pekerjaannya.

Kekeliruan terbesar ialah anggapan bahwa manusia bekerja semata-mata demi uang. Padahal menurut McClelland, faktor utama yang menyebabkan seseorang berprestasi atau tidak bukanlah uang melainkan ada-tidaknya faktor N.Ach (need of achievement) dalam dirinya.



N.Ach adalah sejenis virus mental yang bila telah berjangkit pada diri seseorang akan membuatnya selalu ingin melakukan yang terbaik. Jadi seorang yang ber-Nach tinggi akan berusaha menghasilkan karya yang prima dan berorientasi pada prestasi. Ikutilah percakapan dari ( pertanyaan imajiner) dengan ahli psikologi ini.


Tanya : Saya punya seorang teman, duda tanpa anak, usia 65 tahun. Dia amat kaya. Kekayaannya ditaksir sekitar 30 juta dlar US. Kendati demikian, tiap pagi ia masih juga turun ke Wall Street untuk mendapatkan jutaan dollar yang lain. Suatu hari saya tanyakan padanya, untuk apa semua itu ? dia tampak kebingungan menjawabnya. Akhirnya ia berkata, "saya sendiri tidak tahu untuk apa semua itu."

    Jawab : Bagi seorang psikolog pertanyaan itu mudah. Memang perilaku teman anda tersebut akan terasa janggal bagi mereka yang berpikir bahwa kerja itu semata-mata untuk uang. Sesungguhnya manusia bekerja untuk mendapatkan berbagai kepuasan hidup, diantaranya kesuksesan dan kekuasaan, dua hal yang membuatnya merasa berarti. Uang baginya hanyalah media untuk membuktikan bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain.

    Tanya : Anda bermaksud bahwa yang ia kejar bukanlah uang, tetapi eksistensinya sebagai seseorang yang berarti ?

    Jawab : Tepat. Kasus teman anda mirip dengan yang sering saya temukan di kursus sore saya. Para eksekutif yang selesai mengikuti pelatihan achievement motivation, ingin agar dirinya tidak lagi dianggap sebagai karyawan bergaji saja. Mereka ingin menjadi komponen aktif dari roda perusahaan. Mereka ingin turut menjalankan dan mengembangkan perusahaan.

    Tanya : Tadi anda katakan bahwa uang hanyalah media atau tolak ukur keberhasilan saja ?

    Jawab : Ya, kultur kami (Amerika) memang mengukur keberhasilan seseorang lewat itu. Tapi ini hanya berlaku bagi kultur yang punya orientasi pada keberhasilan. Saya pernah tinggal di Amerika Latin selama beberapa bulan. Keluhan umum dari tiap niagawan Amerika adalah bila mereka menaikkan upah harian pekerja, para pekerja itu akan bekerja dengan jumlah hari yang lebih pendek. Seorang niagawan Inggris dulu negeri itu koloni Inggris- memberi advis supaya upah mereka diturunkan; dan mereka pun bekerja lebih panjang. Rupanya disana tidak ada kultur yang berorientasi pada keberhasilan. Mereka memang bekerja hanya untuk cukup makan dan minum. Kalau itu sudah terpenuhi maka tidak ada alasan lain untuk bekerja lebih keras.

    Tanya : Dapatkah anda kemukakan contoh lain yang menunjukan hubungan antara kultur dengan motivasi untuk meraih keberhasilan ?

    Jawab : Anda bisa melihat kenyataan diberbagai negara  bahwa kelompok minoritas  umumnya mempunyai motif berprestasi yang tinggi. Kita kagum akan keuletan kelompok etnis Cina dalam berdagang di luar negaranya. Kita juga melihat perilaku bisnis orang Parsi dan Jaina di India, para milyuner Yahudi di Amerika, perantau-perantau India yang meraih sukses ekonomi yang besar di Afrika Timur dan Asia. Kita lihat  lagi bangsa Romawi yang berulangkali dikalahkan dalam pertempuran laut oleh bangsa Kartago pada abad 14 SM, tapi tetap tekun mencari uang untuk membangun armada-armada baru hingga akhirnya mereka menang juga. Jepang yang meluncur secara ekonomis justru setelah mengalami kehancuran total pada akhir perang dunia kedua.



    Tanya : Kalau demikian, suatu bangsa baru akan berorientasi pada keberhasilan dan prestasi bila mereka memiliki perasaan minoritas atau setelah mengalami suatu kehancuran total ?

    Jawab : Syukurlah bukan begitu kenyataanya. Anda sendiri dapat menyanggah contoh-contoh yang saya berikan sendiri. Kita ambil contoh bahwa sedikit sekali orang Negro yang berhasil dalam bisnis justru karena perasaan minoritas dan diskriminasi yang mereka alami. Lain dengan orang Yahudi yang malah berjuang keras untuk mengatasi dan menghapuskan diskriminasi. Dalam kelompok yang berprestasi maka tekanan seperti itu justru membuat mereka tampil secara lebih baik. Jadi sebenarnya motif berprestasi itulah yang penting. Dalam istilah kami motif itu disebut nAch atau need of achievement. nAch itulah yang menyakiti bangsa jepang, Romawi dan China dalam contoh saya tadi. Keinginan untuk bangkit, ingin menunjukan siapa dirinya, hasrat akan keunggulan diri itulah yang membuat mereka maju pesat.

    Tanya : Coba kita lihat pada lingkup yang lebih individual. Bagaimana profil seseorang yang punya nAch tinggi ?

    Jawab : Secara umum dia memiliki suatu pola berpikir tersendiri. Sederhan saja, yang ia pikirkan adalah bagaimana supaya berbuat sesuatu dengan lebih baik. Ia tentu saja punya ambisi, tapi ambisi yang selaras dengan kemampuan dan usahanya, juga ia tidak ingin mencapai ambisi tersebut melalui kegagalan orang lain. Kalau ia seorang eksekutif, ia akan berusaha mencapai ambisinya melalui perhitungan rasional. Sebagai wirausaha ia tidak akan melakukan spekulasi dan ambil resiko yang terlalu tinggi, karena kalaupun berhasil ia tidak merasakan kepuasan sebagai hasil jerih payahnya sendiri tetapi ditentukan nasib. Seorang yang ber-nAch tinggi tidak suka menggantungkan pada nasib.

    Tanya : Bagaimana cara anda menemukan orang seperti itu. Lewati kegiatannya sehari-hari atau mungkin catatan prestasinya ?

    Jawab : Kami telah mengembangkan suatu alat uji yang dapat mengukur need of achievement seseorang. Sebagai contoh, kita akan tampilkan seseorang yang sedang menghadapi meja tulisnya. Orang itu dapat mengatakan bahwa ia melihat gambar remaja yang sedang menulis surat cinta pada gadisnya. Yang lainnya, yang mempunyai nAch tinggi, akan mengatakan bahwa itu adalah gambar seorang karyawan yang sedang berpikir keras untuk menyusun proposal proyek. Baginya proyek tersebut merupakan peluang untuk meraih promosi.

    Tanya : Saya selalu berpikir tentang gadis seperti orang pertama tadi. Dapatkah anda membangkitkan nAch pada diri saya ?

    Jawab : Tentu. Kami melakukan AMT (Achievement Motivation Training) diberbagai negara, dan berhasil. Kami pun punya satu model yang berhasil di Kakinada India. Di kota tersebut kami telah melatih sekelompok pengusaha yang nantinya disebut Kakinada Entrepreneurs Association. Setelah latihan kami berikan, dua pertiga dari para pengusaha di Kakinada menunjukan ciri-ciri kemajuan yang luar biasa. Mereka datang bekerja lebih pagi, tinggal sampai larut malam. Laba yang telah menumpuk tidak membuat mereka berhenti bekerja. Tampak sekali minat yang besar dan kecintaan akan pekerjaannya. Sebagian lain mulai melakukan pembaharuan dan ekspansi usaha. Seorang juru potret memutuskan untuk berusaha dibidang penggosokan kacamata. Seorang pedagang beras merancang mesin penggilingan. Semua itu adalah hal-hal yang baru. Pendek kata, mereka tidak lagi bersandar pada usaha turun temurun.

    Tanya : Melihat begitu pentingnya pemilikan nAch terhadap produktivitas seseorang, dapatkah anda bangkitkan nAch pada seluruh karyawan suatu perusahaan ?

    Jawab : Itulah kekeliruan pandangan yang sering muncul dikalangan manajemen. Mereka ingin seluruh karyawannya punya motif berprestasi yang tinggi. Padahal, tidak semua bagian harus diisi oleh orang-orang yang berorientasi pada hasil. Saya contohkan seorang operator telepon yang mencintai pekerjaannya karena dengan pekerjaan itu ia dikenal dan mengenal banyak orang. Peranannya telah memungkinkan dia untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi, dan ini memberinya kepuasan tersendiri. Jelas untuk kerja seperti ini tidak perlu nAch terlalu tinggi. Jangan lupa bahwa ada beberapa pekerjaan yang monoton dan tidak menunjukan hasil yang dapat diukur seperti pekerjaan operator pada ban berjalan. Untuk pekerjaan seperti ini menempatkan seseorang yang ber-nAch tinggi hanya akan membuatnya frustasi.

    Tanya : Bagaimanapun suatu orientasi pada keberhasilan dan achievement saya kira tetap perlu bagi kebanyakan karyawan perusahaan. Bagaimanakah saran anda bila anda diminta membangkitkan nAch di suatu perusahaan ?

    Jawab : Yang bisa saya sarankan adalah menciptakan prakondisi-prakondisi yang memungkinkan berkembangnya nAch. Salah satunya ialah dengan memberi kesempatan pada semua tingkatan untuk mengambil keputusan dan memilih sendiri cara mengambil keputusan dan memilih sendiri cara bekerja yang diinginkan. Kebebasan untuk mengaktualisasikan diri secara penuh seperti itu akan menyebarkan virus nAch

    Tanya : mungkin benar, tapi saya belum pernah mendengar ada perusahaan yang memberi kepercayaan begitu besar. Bukankah lazimnya kebijakan, sistem, dan prosedur turun dari atas ?

    Jawab : persis seperti itu pula yang dikatakan salah satu klien saya, suatu perusahaan minuman ringan, tapi mereka mau mencobanya dan berhasil


oleh : Drs Buntje Harboenangin (majalah manajemen Januari-Feb 1986)

sumber bacaan :

    David McClelland, The Achieving Society, Princeton NJ.D Van Nostrand Company.
    Hiicks & powell, management, organization & Human Resources McGraw Hill.

Unknown

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar