Dalam catatan sejarahwan Rudolf Mrazek, Ibrahim Datuk Tan Malaka adalah Bapak Republik sekelas George Washington, Bapak Bangsa Amerika Serikat. Sedangkan menurut Harry A. Poeze, penulis pergulatan menuju Republik, Tan malaka 1925-1945, Tan Malaka adalah tokoh kontroversial dan paling misterius dalam sejarah Indonesia Modern. Ia memiliki peran yang penting dalam kemerdekaan RI, namun perannya cenderung dikaburkan.
Poeze sedang berbincang dengan Tolu, Saksi Sejarah di Selopanggung
Tan Malaka lahir di Panda, Gading, Sumatera barat tanggal 14
Oktober. Ada yang menyebut bahwa Tan Malaka lahir tahun 1894,1896, atau 1897.
Namun Poeze cenderung memilih 1897 sebagai tahun kelahiran Tan Malaka,
berdasarkan asumsi bahwa ia sudah masuk sekolah rendah pada 1903, yang
diperkirakan menerima murid baru pada usia 6 tahun. Seperti tahun kelahiran Tan
Malaka yang belum jelas, kematiannya juga tidak meninggalkan jejak.Tan Malaka melewatkan masa remajanya di Belanda. Ia
mengenyam pendidikan sekolah guru di Haarlem, dekat Amsterdam. Ia sempat
menjadi guru di perkebunan Senebah tahun 1920.
Sejak terpilih sebagai ketua Partai Komunis Indonesia (PKI)
1921, beliau menjadi tokoh terpenting partai komunis. Dalam aksi pemogokan para
buruh perkebunan di tahun 1922, Malaka ditangkap. Ia meminta diasingkan ke
Belanda. Kemudian berkelana. Saat tinggal di Moskwa, Rusia Tan malaka menulis
buku berjudul Indonesia dan Tempatnya di Timur yang sedang Bangkit.
Pada tahun yang sama Tan Malaka tampil di sidang komintern,
Moskow. Di jantung gerakan komunisme itu, ia menegaskan perlunya persatuan dan
kerjasama dengan berbagai kekuatan, termasuk Islam dan kaum nasionalis untuk
menjadi penghubung antara Komunis Indonesia dan Komunis Internasional.
Di awal 1925, ketika Tan Malaka berkelana ke China, Malaka juga menulis buku kecil berbahasa Belanda : Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Buku ini menghadirkan pemikirannya tentang program politik, ekonomi, sosial, dan militer yang diperlukan dalam perjuangan kemerdekaan. Gagasannya ini kemudian diserap banyak intelektual Indonesia yang berjuang menegakkan Republik Indonesia. Tak mengherankan jika Muhammad Yamin memberi Tan Malaka gelar : Bapak Republik Indonesia.
Kendati menyokong komunisme, Tan mengkritik pemberontakan Partai Komunis Indonesia melawan pemerintah Belanda pada pertengahan dasawarsa 1920-an. Salah satu kritiknya tertuang dalam buku Massa Actie (terbit 1926), berisi analisis tajam tentang perlunya dukungan rakyat yang besar dan kuat untuk melancarkan revolusi. Tan Malaka adalah tokoh komunis yang paling gigih menentang keputusan PKI di Prambanan 1925 untuk melakukan revolusi. Tan Malaka menjelaskan bahwa revolusi membutuhkan persiapan matang. Imbauannya diabaikan. Terbukti, pemberontakan PKI pada tahun 1926 gagal.
Setelah sempat bergabung dengan kaum nasionalis untuk membangun
Indonesia yang baru merdeka, ditangkap dengan tuduhan menggerakkan rakyat untuk
menentang Persetujuan Linggarjati sekitar Maret 1946. Empat bulan kemudian, ia
kembali ditangkap dengan dakwaan terlibat kudeta. Pengadilan memutuskan ia
tidak bersalah, dan Tan malaka dibebaskan.
Tan Malaka sempat bergerilya selama dua tahun, sampai
seorang tentara menembaknya sampai mati pada tahun 1949.
Hingga sekarang, kuburan dan alasan pembunuhannya belum bisa diketahui secara pasti
Tan Malaka menghilang tak berjejak. Hanya ada kabar simpang siur soal nasib Tan Malaka. Seorang doktor sejarah, Harry Poeze, yang menelisik kembali jejaknya berhenti di sebuah makam di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Misteri kematian Tan Malaka diharapkan segera berakhir.
Film ini adalah sebuah cerita pendek tentang hari-hari terakhir Tan Malaka dan perjuangan Tan Malaka sebagai bapak Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar