Berasal dan tumbuh dari Bahasa Melayu Riau, Johor, daerah sekitar Selat Malaka. Sekurang-kurangnya sejak 6 abad yang lalu bahasa melayu itu menjadi bahasa perhubungan, bahsa pergaulan dan perdagangan, terutama karena bentuknya bersahaja, tidak mengenali tingkat-tingkat, mudah dipelajari, dan tidak sukar untuk disesuaikan dengan keadaan dan pikiran-pikiran baru. Lagi pula letak Selat Malaka sangat strategis, sehingga semua lalu lintas perdagangan dari Barat maupun Timur selalu harus melalui Selat itu dan dengan sendirinya para pedagang harus berkenalan dengan bahasa Melayu.
Dalam sejarah, bahasa Melayu itu dapat perkembangan yang pesat pada jaman Sriwijaya dan jaman Kerajaan kota Malaka dan Singapura, karena kaum pedagang dan para pelaut dari Indonesia seperti Makasar, Maluku, Madura, dan Jawa bertemu dengan para pedagang dari India, Persia, Arab, dan Eropa.
Selanjutnya Bahasa Melayu itu dikenal disepanjang pesisir dan kota-kota pelabuhan Indonesia. Dengan sendirinya Bahasa melayu itu menjadi bahasa pergaulan dan diajarkan disekolah-sekolah.
Kerajaan Sriwijaya
Bahasa Indonesia, sebagai lanjutan atau sebagai pengganti Bahasa melayu, baru keras terdengar sesudah Kongres Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang bersumpah :
-Kami bertanah air satu, tanah air Indonesia
-Kami berbangsa satu, bangsa Indonesia
-Kami berbahasa satu, Bahasa Indonesia
Jelas disini bahwa Bahasa Indonesia berfungsi sebagai pemersatu dan dijunjung sebagai bahasa persatuan.
Kongres Pemuda dilaksanakan selama dua hari 27-28 Oktober 1928
Lain lagi halnya ketika Zaman Jepang (1942-1945), Bahasa Indonesia dijadikan bahsa resmi dan sebagai pengganti Bahasa Belanda, suatu bahasa yang harus dikenali dan dimengerti oleh seluruh lapisan rakyat dari kota sampai ke seluruh pelosok-pelosok. Untuk Kepentingan Propaganda Asia Timur Rajanya, Pemerintah Jepang di Indonesia dengan sengaja mendorong kearah dan memudahkan tersebar luasnya Bahasa Indonesia, sehingga bahasa ini mengalami perkembangan yang pesat sekali waktu itu.
Sejak kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Nasional seperti dalam
pasal 36 U.U.D 1945 yang berbunyi :"Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia".
Bahasa Indonesia pada dewasa ini terus-menerus tumbuh dengan suburnya untuk menyesuaikan diri dengan tumbuhnya masyarakat modern ini. Di Perguruan Tinggi pun dalam menguraikan ilmu-ilmu pengetahuan, eksakta maupun sosial.
Bahasa Indonesia walaupun belum sempurna, sudah dapat memberikan jasanya dengan disana-sini mengambil bahasa asing. Mengenai pemungutan atau peminjaman kata-kata, memang Bahasa Indonesia dalam pertumbuhannya sejak berabad-abad banyak sekali mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa daerah maupun dari berbagai rupa bahasa asing.
Contoh pengambilan dari bahasa daerah & asing adalah :
-Sabun, pikir, huruf, hukum (Bahasa Arab)
-Harga, rupa, bangsa, bahasa (Bahasa Sansekerta)
-Bandar, anggur, jam, pasar (Bahasa Persia)
-Segala, modal, kapal, kedai, kuli (Bahasa Tamil)
-Anglo, tahu, kuah, nyonya (Bahasa Cina)
-Sepatu, kemeja, bendera, kereta (Bahasa Portugis)
-Sekoci, bolsak, serdadu, taksir (Bahasa Belanda)
-Vital, upgrading, airport, kornel (Bahasa Inggris)
Bahasa Sansekerta
Bahasa Tamil
Dalam pembinaan Bahasa Indonesia, pembentukan istilah sangat penting artinya bagi perkuliahan,
karang-mengarang, maupun terjemahan. Buku-buku pelajaran dan ilmu pengetahuan masih bertumpuk-tumpuk menantikan ahli-ahli terjemah, sedangkan terjemahan akan kacau jalannya tanpa adanya penetapan istilah.
Pada tahun 1959 diadakan perjanjian persahabatan Republik Indonesia dengan Persekutuan Tanah Melayu, yang menghasilkan Pengumuman Bersama Ejaan Bahasa Melayu-Indonesia (Melindo), akan tetapi pelaksanaannya apa yang diumumkan itu belum dijalankan, berhubung dengan perkembangan politik dan karena adanya hasrat untuk menyempurnakan ejaan itu lebih dulu, sebelum suatu ejaan baru diresmikan.
Awalnya ejaan Melayu yang diresmikan ialah karangan Ch. A. van ophuysen pada th 1901
(Kitab Logat Melayu) dan yang dalam pertumbuhan bahasa telah berjasa sebagai pegangan peraturan ejaan. Kemudian muncul ejaan Suwandi pada th 1947 ( huruf oe menjadi u, dll).
Kekurangan dari ejaan itu adalah :
- Tanda e dipakai untuk menulis pepet dan taling
-Tanda ai dipakai untuk menuliskan suara rangkap ( co: balai) dan dua suara tunggal (co : kait)
-Tanda au dipakai untuk menuliskan suara rangkap (co: pulau) dan dua sura tunggal ( co : mau)
-Satu fonem dituliskan dengan dua tanda : ng, nj, dj, tj.
Ejaan Melindo (1959) bermaksud untuk mewujudkan satu fonem satu tanda
contoh :
-ng jadi n (n dibaca gelung)
-nj jadi n ( n dibaca ti'da)
-dj jadi j
-tj jadi c
-j jadi y ( i-grek)
Selanjutnya Kamus Indonesia pun bermunculan seperti yang disusun oleh :
-W.J.S Purwadarminta,
-E.St. Harahap,
-A.N.L Kramer Sr,
-Dr. A Teeuw
-H.D Pernis
-St. Moh. Zain
Dari semua itu banyak memuat kata-kata baru, yang menunjukan perkembangan masyarakat Indonesia. Belakangan ini dirasakan juga keperluan untuk membuat Kamus Etimologis Indonesia, yang menguraikan sejarah asal kata.
Contohnya :
kata bibi berasal dari bi ( bini, wini, wiwi, wewe, awewe)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar