Kebudayaan Jepang memiliki keunikan. Namun kebudayaan dan masa lalu bangsa lain, Italia, unik pula. Masalahnya, masa lalu yang berbeda tidak perlu menghasilkan masa sekarang yang berbeda.
Hanya sedikit negara yang mempunyai perbedaan geografis dan budaya sedemikian besar, tapi sekaligus mempunyai begitu banyak persamaan, seperti Jepang dan Italia. Adapun kesamaan-kesamaannya itu :
- - Keduanya relatif terlambat memulai proses Industrialisasi
- - Italia dan Jepang bahkan belum dapat disebut sebagai "Negara Modern"ketika Inggris,Jerman dan Amerika Serikat telah memulai revolusi industrinya.
- -Italia dan Jepang , Industrialisasi yang berjalan cepat disertai dengan berkembangnya demokrasi perwakilan sebelum masa depresi, yang diikuti reaksi keras pihak militer terhadap krisis ekonomi yang bersifat global.
- -Harga termahal yang harus dibayar oleh Italia dan Jepang ialah kehancuran mereka dalam perang dunia kedua dan pendudukan untuk sementara waktu oleh tentara dan para ahli hukum Amerika, inilah upeti yang diminta baik dari Jepang maupun Italia oleh Pax Amerika.
Perbandingan Prestasi Ekonomi
Pandangan umum mengatakan bahwa Italia adalah egara yang tak terkendalikan dan tak jalan dengan baik, sedangkan Jepang merupakan negara yang begitu terkendali dan berjalan sangat baik dan tegas. Untuk meyakini hal ini, terdapat banyak bukti bahwa praktis ekonomis mereka sungguh-sungguh berbeda. Jepang dan Italia memulai pemerintahan sesudah perang, dengan tingkat keluaran ekonomi yang hampir sama, juga dengan struktur distribusi sektoral dan struktur industrial.
Kedua negara memiliki produk domestik bruto dalam jajaran US$ 20 miliar. Keduanya mempunyai jumlah pekerja di bidang pertanian dan pekerja kantoran yang hampir sama. Kedua negara memiliki industri-industri yang terdiri dari perusahaan-perusahaan kecil. Kedua negara memulai program-program yang aktif untuk mengimpor teknologi dan rekonstruksi ekonomi. Italia memiliki sistem ekonomi yang terbuka sekali dan Jepang mempunyai perekonomian yang tertutup. "Mukjizat ekonomi" diberikan kepada kedua negara tersebut (Jepang, Italia) itu lima belasan tahun sesudah perang.
Namun mukjizat Jepang bertahan lebih baik, secara luas karena diproteksi lebih baik pula. Pendapatan per kepala Jepang mulai "berlipat ganda". Sementara mukjizat ekonomi Italia justru berhenti. Perbedaan-perbedaan tersebut tercermin dalam revaluasi mata uang Yen yang hanya 1:3, sedangkan mata uang Lira mengalami devaluasi 1:2 sejak pelepasan formula Bretton Woods.
Bagaimanapun prestasi ekonomis belakangan ini bahkan mengingkari perbedaan-perbedaan yang lebih fundamental antara Italia dan Jepang. Perbedaan yang paling terpenting adalah panjang waktu (timing) dalam pembangunan bangsa dan efek ekonomisnya di kedua negara ini.
Perkembangan Industri italia
Dimulai setelah terjadinya persatuan nasional pada tahun 1870. Perkembangan itu semula dibantu oleh modal Jerman berdasarkan asumsi-asumsi yang bersifat kejermanan mengenai investasi perbankan. Ini akhirnya memancing timbulnya krisis bagi para penabung Italia dan bagi negara Italia sendiri. Dengan diciptakannya Instituto per Riconstruzione Industriale (IRI) pada tahun 1933, mulai masuklah campur tangan negara Italia pada bangunan besar yang rapuh, yakni apa yang telah ditunjuk sebagai nasionalisasi industri yang paling tak terencana di dunia barat.
Meskipun IRI kemudian melikuidasi hampir seperlima asset yang diwarisinya dari bank-bank yang berhasil diselamatkan, tetapi tidak pernah dilakukan penswastaan saham negara di Italia. Justru sebaliknyalah yang terjadi. Dewasa ini Italia adalah salah satu diantara negara berperekonomian kapitalis yang paling tergantung pada negara-negara OECD. Lebih dari seperlima tenaga pekerjanya bekerja dalam sektor pemerintahan.
Italia juga terus menderita akibat penyatuan (unifikasi) nasional yang tidak mulus. Mezzogiorno, bagian selatan pedesaan Italia yang terbelakang, merupakan sebuah contoh mengenai munculnya masalah-masalah politik yang bersifat permanen dari hegemoni Italia yang secara keras ditentang. Antipati keagamaan, kedaerahan, dan antipati kelas tercermindi seluruh organisasi politik dan ketenaga kerjaan. Tenaga kerja yang terorganisasi telah mendapat suatu peranan politik yang kuat dan rutin. Karena itu per pertanyaan pokok yang senantiasa munul adalah "milik siapakah Italia itu ?". Perbedaan yang sangat jelas tampak bila dibandingkan dengan bahasa Jepang yang sangat homogen, dimana tenaga kerjanya dianggap patuh. Tidak adanya pertentangan-pertentangan kelas, agama dan daerah seperti yang telah mencekam Italia mendorong banyak orang untuk mengabaikan konflik manajemen tenaga kerja yang selama setengah abad merusak dan yang memberikan ciri pada orang-orang Jepang sebagai bangsa yang sangat konsensual, tertutup, konformasi, dan menurut pada norma-norma kolektif.
Perkembangan Industri Jepang
Terjadi 250 tahun stelah persatuan bangsa. Begitu perdamaian dan kesatuan terbentuk pada permulaan periode Jepang Modern, setelah terjadinya perselisihan antara para panglima perang feodal, berturut-turut para shogun Tokugawa memimpin dan menjalankan isolasi yang sangat damai dan berkepanjangan. Meskipun Coup d'etat Meiji menimbulkan banyak keluhan, tetapi perkembangan suatu sistem administratif dan perdagangan yang cepat dan meluas di seluruh negeri selama waktu damai itu dapat memperbaiki kekuatan-kekuatan sosial sentrifugal yang potensial. Perkembangan-perkembangan tersebut memungkinkan Oligarki (pemerintahan oleh sekelompok kecil) Meiji melakukan transformasi struktural, yakni suatu tranformasi yang selama itu tidak pernah terbina dan terbentuk dengan lancar.
Sebagian besar transformasi ini dipimpin orang-orang pemerintah. Berbagai upaya untuk merangsang modal swasta agar menanamkannya dalam industri Jepang di masa mendatang tidak banyak berguna karena mereka tidak dapat menarik para wirausaha, dan investasi asing secara langsung (seperti di Italia), Jepang memulai suatu program pembangunan nasional yang luas. Setelah tahun 1872 Jepang mengambil alih pemilikan dan pengendalian atas industri-industri perkapalan yang baru tumbuh, industri baja, amunisi, pertambangan angkutan, dan industri komunikasi. Bertentangan dengan pengalaman Italia kemudian, di negara Jepang lah yang meletakkan landasan munculnya salah satu struktur perekonomian dunia yang paling mengagumkan.
Meskipun demikian campur tangan itu jauh lebih lengkap dibandingkan pengalaman negara mana pun di Eropa barat. Dalam satu dasawarsa, di tengah-tengah terjadinya krisis, Menteri Keuangan Matsukata Masayoshi (1835-1924) melakukan penswastaan tanpa paksaan yang paling komrehensif dalam sejarah perekonomian.
Prosesnya, pemerintah memberikan ijin kepada zaibatsu untuk berfungsi terus sebagai kekuatan penting dalam perekonomian Jepang dewasa ini.
Jika di Italia negara lah yang menjalankan pengendalian atas sebagaian terbesar sumberdaya produktifnya, di Jepang hal itu dilakukan oleh para wirausaha swasta. Jelas ini mempunyai akibat yang besar dalam hubungan dunia bisnis dan pemerintahan.
Di Italia hanya negara lah yang memegang saham terbesar dalam perekonomian, sedang di Jepang sebenarnya negara tidak mencampuri urusan perdagangan di mana pun.
Hal ini tampak jelas sekali dalam sektor energi. Italia dan Jepang telah lama bersama-sama tergantung sumberdaya energinya dari luar yang melemahkan posisi. Italia sangat miskin batu bara, Jepang sangat miskin minyak bumi. Lebih lanjut, Italia mengimpor makin banyak minyak bumi dibandingkan negara industri mana pun, selain Jepang. Keadaan demikian ini telah menguasai kebijakan energi dari kedua negara hampir selama 3 perempat abad. Energi yang membuat kedua negara itu "was-was" telah mendorong mereka untuk menasionalisasikan industri-industri batu bara, listrik, dan minyak.
Italia dan Jepang telah gagal pula dalam program-program militernya untuk mengadakan mobilisasi dalam upaya menanggulangi masalah pasar minyak Internasional. Masing-masing telah didorong, melalui pengalaman kekalahan ke arah suatu pola campur tangan negara yang sama sekali berlainan dalam ekonomi energi. Di Italia, Ente Nazionale Indrocarburi (ENI) yang merupakan sebuah perusahaan milik negara, menugasi pasaran minyak mentah dan produk-produk kilangan minyak. Sementara itu Ente Nazionale per L'Energia Electrica (ENEL) sebuah perusahaan listrik negara. Di Jepang, meski ada banyak inisiatif birokrasi, negara tak pernah ikut aktif secara komersial dalam pasar negeri. Paling-paling menjadi penyedia jasa keuangan dan jasa lainnya kepada industri swasta, melalui organisasi-organisasi seperti Perusahaan Minyak Nasional Jepang (JNOC) dan Perusahaan Pengambangan Listrik (EPDC)
Peran Pemerintah & Swasta
Perbedaan-perbedaan dalam pola kepemilikan negera ini diterapkan juga pada sektor-sektor perekonomian yang lain. Ini berpengaruh pada pengendalian dan kebijakan publik Jepang dan Italia. Jika kepemilikan pemerintah dapat menjamin pengendalian negera, kita dapat mengharap bahwa italia telah menjadi negara yang kuat. Sebaliknya ketidakmampuan pemerintah Jepang untuk memperoleh kepemilikan atas sumber daya yang produktif itu dan dengan demikian kehadirannya dalam perdagangan sendiri dapat memperlihatkan Jepang sebagai negara yang lemah, yang hanya mampu sedikit mengubah struktur perekonomiannya.
Namun sebaliknya yang terjadi, secara taat-asas Italia dikenal sebagai contoh dari negara yang lemah, sebuah negara yang sepenuhnya diresapi dengan kepentingan-kepentingan swasta. Sementara itu
laporan-laporan mengenai Jepang sebenarnya tidak pernah berhasil mengidentifikasi birokrasi Jepang sebagai agen yang menentukan bentuk, laju, dan arah kemajuan perekonomian Jepang.
Meskipun demikian secara historis pola-pola kepemilikan dan pengendalian publik menunjukan bahwa karakterisasi kapasitas pemerintah seperti yang mendasarkan diri pada keunikan nasional sangatlah umum. Jika Italia merupakan sebuah kasus tentang kepemilikan publik tanpa kebijakan publik dan Jepang merupakan sebuah kasus kebijakan publik tanpa kepemilikan publik, hal itu tidaklah semata-mata karena negara Jepang itu adalah negara yang kuat dan Italia lemah. Di satu pihak, kehadiran Italia dirasakan sangat kuat, dan keberhasilannya berhadapan dengan Confindustria, federasi para majikan yang sangat besar, begitu banyak jumlahnya. Di lain pihak, kesulitan yang terus menerus dihadapi oleh Jepang dalam merealisasi tujuan-tujuannya bilamana dilawan oleh Keindanren (Federasi organisasi-Organisasi Perekonomian) juga sangat dirasakan. Maka kita perlu melihat secara lebih cermat pada struktur kepentingan-kepentingan politik dan kendala kelembagaannya di mana mereka beroperasi. Gabungan-gabungan dari sektor swasta dengan bagian-bagian birokrasi yang sedang berubah biasanya bertentangan dengan karakter birokrasi yang lebih statis.
Dalam perkembangan negara Italia, kita dapat melihat bukti tiadanya perpecahan politik dalam kasus Jepang. Kepentingan-kepentingan politik baik di pihak swasta maupun pemerintah di Italia telah sedemikian menguasai perusahaan-perusahaan hingga tampaknya tidak mungkin lagi dilakukan perencanaan dan stabilisasi yang masuk akal. Berbagai upaya untuk mengkoordinasi kebijakan publik, dalam bidang energi atau lainnya tampaknya mengalami kegagalan karena kelabilan kepemimpinan politik yang bersifat struktural.
Konsep Jepang Shingikai ( dewan pertimbangan yang terdiri dari para spesialis dan wakil dari orang-orang yang mempunyai kepentingan, yang berfungsi untuk memberikan opini ahli dan untuk menyiapkan kompromi selama proses pembuatan kebijakan) itu tidak dikenal dalam proses Kebijakan Italia. Ini tidak berarti bahwa harmoni yang mempesona itu berlaku juga dalam kehidupan politik di Jepang. Sebaliknya, sejarah politik dan perekonomian Jepang tidak dapat dipahami tanpa suatu penilaian mengenai politik dan perekonomian Jepang tidak dapat dipahami tanpa suatu penilaian mengenai konflik yang ada di antara berbagai kepentingan politik.
Konsensus, yang seringkali ditunjuk oleh para pengamat Barat sebagai inti dari keunikan Jepang, hanyalah merupakan bagian dari konflik yang tersisa setelah pertempuran itu dilakukan. Konsensus itu secara organis dapat tumbuh dari lahan budaya Jepang, tetapi keberadaan budaya itu secara luas tidak mempermudah prediksi pemilikan kebijakan yang tepat dan tidak berbicara tentang kenikan bangsa itu.
Pola kepemimpinan Partai Politik
Bukti atas pertentangan teersebut harus ditemukan dalam pola-pola kepemimpinan politik di kedua negara. Partai Demokrat kristen Italia selama 35 tahun telah memiliki suatu kekuatan politik yang unggul tanpa mengangkat diri mereka sendiri menjadi pemimpin-pemimpin nasional yang efektif. Sejak Perdana Menteri Alcide De Gasperi tak berhasil mengubah perbandingan yang ekstrim di Italia pada tahun 1953 dengan menetapkan pemilihan berdasarkan mayoritas sebagai normanya,
Pemerintah Demokrat Kristen Italia senantiasa harus memberikan hak veto atas program-program pemerintahan partai lain. Sebaliknya, kepemimpinan Partai Demokrat Liberal di Jepang, yang menikmati buah-buah ketidakseimbangan ekstrim di Jepang, tidak pernah secara sungguh-sungguhterancam meskipun terjadi suatu kemerosotan dalam kekuatan votingnya.
Tidak banyak orang yang akan membantah bahwa Partai Demokrat Liberal merupakan kekuatan politik utama di Jepang. Perbedaan ini diterima bersama oleh birokrasi Jepang yang terdiri dari banyak unsur, tetapi profesional. Dikarenakan kendala-kendala pemilihan yang terdapat di Italia, tidak ada di Jepang dan berkat adanya kekuatan politik penyeimbangan di Jepang yang tidak ada di Italia, Partai Demokrat Kristen menguasai tanpa memimpin dan Partai Demokrat Liberal memimpin tanpa menguasai.
Jepang adalah negara khas, demikian pula Italia. Dalam hal itu AS adalah negara unik diantara negara-negara industri karena kurang mempunyai sejarah masa lampau yang feodal, sehingga menjadikannya bangsa "bangsa baru yang pertama" didunia dan memberikan kekuatan yang jauh lebih besar pada sektor swasta. Demikian pula dengan perancis adalah negara unik sebagai bagian dari negara Eropa yang memulai revolusi terkenal atas monarki nya. Intinya adalah bahwa keunikan kebudayaan dan sejarah kurang lebih bisa menjelaskan secara tidak langsung tentang kejadian-kejadian politik dan ekonomi, kejadian-kejadian yang disebabkan oleh struktur-struktur kepentingan yang beraneka, tetapi dapat dikenali, yang mengatur masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar